AL-QUR'AN

AL-QUR’AN
Telah kita ketahui bahwa Al-Qur’an itu diturunkan secara berangsur-angsur. Jadi ketika turunnya Al-Qur’an, Nabi Muhammad Saw. menyuruh penulis atau sebagian para sahabat untuk menulis wahyu Allah SWT. tersebut, kebanyakan para sahabat menghafalnya, namun walaupun ditulis oleh para penulis wahyu, mushaf tersebut tidak akan terkumpul dalam suatu mushaf (suatu buku).
Para sahabat di masa Nabi Saw. masih hidup menulis pada kepingan-kepingan tulang, pelepah-pelepah kurma dan pada batu-batu. Mereka menulis Al-Qur’an pada benda-benda tersebut karena kertas pada masa itu belum ada, memang ada riwayat yang meriwayatkan bahwa Utsman bin Affan pernah mengirim kepada Ubay bin Ka’ab suatu tulang kambing yang tertulis di atasnya beberapa ayat untuk diperbaiki sebagian tulisannya, maka walaupun Al-Qur’an telah terkumpul semuanya dan ditulis pada benda-benda tersebut, tapi suatu hal yang nyata, Al-Qur’an tidak terkumpul dalam suatu mushaf.
Pengumpulan Al-Qur’an di masa Nabi ada dua kategori :
1. Pengumpulan dalam dada berupa penghafalan dan penghayatan/pengekspresian.
2. Pengumpulan dalam dokumen atau catatan berupa penulisan pada kitab maupun berupa ukuran.
1. Pengumpulan Al-Qur’an dalam dada
Maksudnya ketika Al-Qur’an turun kepada Nabi yang ummi (tidak bisa baca tulis), perhatian dan fokus Nabi hanyalah dituangkan untuk sekedar menghafal dan menghayatinya, agar ia dapat menguasai Al-Qur’an persis sebagaimana halnya Al-Qur’an yang diturunkan. Setelah itu ia membacakannya kepada orang-orang dengan begitu terang, mereka pun dapat menghafal dan menetapkannya. Yang jelas adalah bahwa Nabi seorang yang ummi dan diutus Allah di kalangan orang-orang yang ummi pula. Allah berfirman:
             
Artinya : “Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah” (Q.S. Al-Jumuah: 2).

Biasanya orang-orang yang ummi itu hanya mengandalkan kekuatan hafalan dan ingatannya, mereka tidak bisa membaca dan menulis. Memang bangsa Arab pada masa turunnya Al-Qur’an mereka berada dalam budaya Arab yang begitu tinggi, ingatan mereka sangat kuat dan hafalannya cepat serta daya pikirnya begitu terbuka.
Sehingga begitu Al-Qur’an datang kepada mereka dengan jelas, tegas ketentuannya dan kekuasaannya yang luhur mereka merasa kagum, akal pikiran mereka tertimpa dengan Al-Qur’an, sehingga perhatiannya dicurahkan kepada Al-Qur’an. Mereka menghafalnya ayat demi ayat dan surat demi surat. Mereka tinggalkan syair-syair karena merasa memperoleh ruh/jiwa dari Al-Qur’anul karim. Ketika Al-Qur’an belum turun kepada mereka, orang-orang Arab banyak yang hafal beratus-ratus syair dan mengetahui silsilah serta nasab keturunannya.
Oleh sebab itu, maka tidaklah mengherankan kalau sahabat saling berlomba dalam membaca dan mempelajari Al-Qur’an, segala kemampuannya mereka curahkan untuk menguasai dan menghafal Al-Qur’an. Mereka mengajarkan kepada keluarganya/istri serta kepada anak-anaknya di rumah masing-masing. Sehingga pada suatu ketika Nabi pernah lewat di samping rumah sahabat dari kaum Anshor beliau berhenti dari satu rumah ke rumah yang lain pada malam gelap gulita dimana beliau mendengar bacaan Al-Qur’an. Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Musa Al-Asy’ari bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda kepadanya: Andaikan engkau melihat aku tadi malam ketika aku mendengar bacaanmu, sungguh kau telah menghiasi pendengaranku dengan sebuah tiupan suara seruling pengikut Daud ... Imam Muslim menambahkan dalam riwayat yang lain: Aku mengatakan: Demi Allah ya Rasul Allah, andaikan aku tahu bahwa engkau mendengarkan bacaanku niscaya akan aku tulis sebagai kenangan buatmu” (hadits riwayat Syaikhani Bukhari-Muslim).
Para sahabat juga banyak yang terkenal hafal Al-Qur’an dan Rasulullah Saw. telah membakar mereka untuk menghidupkan semangat menghafal Al-Qur’an, mereka yang ahli Al-Qur’an diutus ke seluruh pelosok kota dan kampung untuk mengajar dan membacakan kepada penduduknya. Sebagaimana halnya kala sebelum hijrah, beliau mengutus Mus’ab bin Umair dan Ibnu Ummi Maktum ke Madinah supaya keduanya mengajarkan Islam dan mengajarkan Al-Qur’an dan mengutus Muadz bin Jabal ke Mekkah sesudah hijrah untuk menghafal dan mengajarkan Al-Qur’an.
Hal tersebut telah disinyalir oleh Allah melalui firman-Nya:
       
Artinya : “Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Qur'an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” (Q.S. Al-Qomar: 17).

2. Pengumpulan dalam bentuk tulisan
Rasulullah Saw. mempunyai beberapa orang sekretaris wahyu. Setiap turun ayat Al-Qur’an beliau memerintahkan kepada mereka menulisnya. Untuk memperkuat catatan dan dokumentasi dalam kehati-hatian beliau terhadap kitab Allah Azza wa Jalla, sehingga penulisan tersebut dapat melahirkan hafalan dan memperkuat ingatan.
Dan adapun penulis-penulis tersebut adalah sahabat pilihan yang dipilih oleh Rasulullah Saw. dari kalangan orang yang terbaik dan indah tulisannya agar mereka dapat mengemban tugas yang mulia ini. Di antara mereka adalah Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’ab, Muadz bin Jabal, Muawiyah bin Abi Sufyan, Khulafaur Rasyidin dan sahabat-sahabat yang lainnya.
Di kalangan mereka juga banyak yang memiliki mushaf pribadi yang tulisannya sesuai dengan yang didengar atau hafalan yang diterima dari Rasul Saw. Mereka adalah mushaf Ibnu Mas’ud, mushaf Ali dan mushaf istri Nabi, Aisyah, dan lain-lain.

3. Pengumpulan Al-Qur’an pada masa Abu Bakar
Waktu itu Rasulullah Saw. berpulang ke rahmatullah setelah beliau selesai menyampaikan risalah dan amanah, menasihati ummat serta memberi petunjuk pada agama yang lurus. Bersamaan dengan itu, maka Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. menggantikan mendiang Rasulullah Saw. untuk menjadi amirul mu’minin. Setelah adanya kesepakatan dari para sahabat untuk membaiatnya. Pada masa pemerintahannya ia banyak menghadapi malapetaka, berbagai kesulitan dan problem yang rumit, di antaranya memerangi orang-orang yang murtad (keluar dari Islam) yang ada di kalangan orang Islam, memerangi pengikut Musailamah Al-Kadzdzab.
Dan perang ini dinamakan perang Yamamah karena peperangan ini yang amat dahsyat dan banyak makan korban di pihak kaum muslim. Di antaranya banyak dari kalangan para sahabat yang hafal Al-Qur’an dan ahli bacanya, mereka mati syahid yang jumlahnya lebih dari 70 orang huffadh ternama. Termasuk salah satunya dari sahabat Nabi yang gugur syahid adalah Zaid ibnul Khattab, saudara Umar bin Khattab.
Sebanyak 70 al-qurra wal huffadh yang gugur di medan tempur, menjadikan Umar bin Khattab merasa prihatin dan sedih lalu beliau menemui Abu Bakar yang sedang dalam keadaan sedih dan sakit, Umar mengajukan usul (bermusyawarah dengannya) supaya mengumpulkan Al-Qur’an karena khawatir lenyap dengan banyaknya al-huffadh yang gugur. Abu Bakar mula-mula merasa ragu, setelah dijelaskan oleh Umar tentang nilai-nilai positifnya ia memandang baik untuk menerima usul Umar. Dan Allah melapangkan dada Abu Bakar untuk melaksanakan tugas yang mulia itu. Ia mengutus Zaid bin Tsabit dan mengajukan persoalannya, serta menyuruhnya agar segera menangani dan mengumpulkan Al-Qur’an dalam satu mushaf. Mulanya Zaid pun merasa ragu, karena ia tidak ingin melakukan suatu perbuatan sedang Rasulullah Saw. tidak pernah melakukannya. Kemudian ia pun dilapangkan Allah dadanya sebagaimana halnya Allah melapangkan dada Abu Bakar dan Umar. Lembaran-lembaran tersebut disimpan pada Abu Bakar sampai ia wafat.

4. Beberapa Keistimewaan Abu Bakar Ash-Shiddiq
Di masa Abu Bakar memiliki beberapa keistimewaan yang terpenting pada lembaran-lembaran yang dikumpulkan dalam satu mushaf di antaranya:
a. Diperoleh dari hasil penelitian yang sangat mendetail dan kemantapan yang sempurna.
b. Yang tercatat dalam mushaf hanyalah bacaan yang pasti, tidak ada nasakh bacaannya.
c. Ijma’ ummat terhadap mushaf tersebut secara mutawatir bahwa yang tercatat adalah ayat-ayat Al-Qur’an.
d. Mushaf mencakup qiroat sab’ah yang dinukil berdasarkan riwayat yang benar-benar shahih.
Keistimewaan-keistimewaan tersebut membuat para sahabat kagum dan terpesona terhadap usaha Abu Bakar, dimana ia memelihara Al-Qur’an dari bahaya kemusnahan, dan itu berkat taufik serta hidayah Allah SWT. Ali bin Abi Thalib berkata: orang yang paling berjasa dalam hal Al-Qur’an ialah Abu Bakar r.a., ia adalah orang yang pertama mengumpulkan Al-Qur’an/kitabullah.
Dan Ali sendiri secara pribadi memiliki mushaf khusus yang ditulisnya pada masa permulaan pengangkatan khalifah Abu Bakar dimana ia telah bertekad menulisnya dengan tidak akan keluar rumah kecuali untuk melakukan shalat sampai ia selesai menulisnya. Diriwayatkan oleh As-Suyuti dari Muhammad ibn Sirin dari Ikrimah bahwasanya ia berkata: pada saat pengangkatan Abu Bakar, Ali tetap berada di rumahnya, kemudian dikatakan kepada Abu Bakar, Ali tidak menyenangi baiat. Selanjutnya Abu Bakar mengirim surat kepada Ali, dan ia mengatakan: “Apakah Anda benci dengan pengangkatanku?” Ali menjawab, “Aku melihat kitab Allah ada yang diselipi, jiwaku membisikkan padaku agar aku tidak memakai selendang atau berpakaian kecuali kalau aku melakukan shalat sampai aku membukukannya”. Abu Bakar mengatakan kepadanya: “Benar apa yang Anda lihat itu”. pada kenyataannya Ali memiliki satu mushaf, tetapi sebagaimana yang di kemukakan Ibn Sirin di dalamnya terdapat nasikh dan mansukh tidak sebagaimana mushaf Abu Bakar.

5. Al-Qur’an di Masa Khalifah Umar bin Khattab
Setelah Abu Bakar wafat, shuhuf-shuhuf itu dipegang oleh Umar bin Khattab. Menurut suatu riwayat Umar menyuruh salin Al-Qur’an dari shuhuf-shuhuf itu pada suatu sahifah (lembaran).
Dari berbagai riwayat, bahwa Zaid bin Tsabit menyempurnakan pentanwinan shuhuf di masa Abu Bakar sendiri. Dari berbagai riwayat juga meriwayatkan bahwa penyimpanan shuhuf itu ialah khalifah, mula-mula Abu Bakar lalu Umar bin Khattab sesudahnya Hafsah binti Umar bin Khattab dan ia juga istri Rasulullah Saw. Adapun sebabnya disimpan oleh Hafsah tidak oleh Utsman sebagai khalifah adalah karena :
a. Hafsah itu istri Rasul dan anak khalifah.
b. Hafsah itu seorang yang pandai menulis dan pandai membaca.
Dan adapun sebabnya juga Abu Bakar dan Umar tidak menyuruh menyalin banyak adalah karena shuhuf-shuhuf yang telah disurat itu dimaksudkan menjadi original saja, bukanlah untuk dipergunakan oleh orang-orang yang hendak menghafalnya.

6. Pengumpulan Al-Qur’an di masa Utsman bin Affan
Latar belakang pengumpulan Al-Qur’an di masa Utsman bin Affan r.a. adalah karena beberapa faktor lain yang berbeda dengan faktor yang ada pada masa Abu Bakar. Daerah kekuasaan Islam telah terpencar di berbagai daerah dan kota. Di setiap daerah telah populer bacaan sahabat yang mengajar mereka. Penduduk Syam membaca Al-Qur’an mengikuti bacaan Ubay bin Ka’ab, penduduk Kufah mengikuti bacaan Abu Musa Asy‘ari. Di antara mereka terdapat perbedaan tentang bunyi huruf, dan bentuk bacaan. Masalah itu membaca mereka kepada pintu pertikaian atau perpecahan selamanya. Hampir satu sama lainnya saling kufur-mengkufurkan karena berbeda pendapat dalam bacaan. Karena latar belakang dari kejadian tersebut, Utsman bin Affan dengan kehebatan pendapatnya dan kebenaran pandangannya ia berpendapat untuk melakukan tindakan preventif menambal pakaian yang sobek sebelum sobek meluas dan mencegah penyakit sebelum sulit mendapat pengobatannya. Ia mengumpulkan sahabat-sahabat yang terkemuka dan cerdik cendekiawan untuk bermusyawarah dalam menanggulangi fitnah (perpecahan) dan perselisihan. Mereka semua sepakat agar Amirul Mu’minin menyalin dan memperbanyak mushaf kemudian mengirimkannya ke segenap daerah dan kota dan selanjutnya menginstruksikan agar orang-orang membakar mushaf yang lainnya sehingga tidak ada lagi jalan yang membawa kepada pertikaian dan perselisihan dalam hal bacaan Al-Qur’an.
Lalu Khalifah Utsman bin Affan menugaskan kepada 4 (empat) orang sahabat pilihan, lagi pula hafalannya dapat diandalkan, mereka tersebut adalah Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin Al-Ash dan Abdurrahman ibn Hisyam. Mereka semua dari suku Quraisy golongan Muhajirin kecuali Zaid bin Tsabit, dimana ia adalah dari kaum Anshor. Pelaksanaan gagasan yang mulia ini adalah pada tahun kedua puluh empat hijrah. Utsman mengatakan kepada mereka, “Bila Anda sekalian ada perselisihan pendapat tentang bacaan maka tulislah berdasarkan bahasa Quraisy, karena Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa Quraisy”. Utsman meminta kepada Hafsah binti Umar bin Khattab agar ia sudi menyerahkan mushaf yang ada padanya sebagai hasil dari jasa yang telah dikumpulkan Abu Bakar, untuk ditulis dan diperbanyak dan setelah selesai akan dikembalikan lagi, Hafsah mengabulkannya.

ARTIKEL YANG LAIN:


0 comments to "AL-QUR'AN"

Post a Comment

English German Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified icon/gambar
Web hosting for webmasters