Cerita sebuah konferensi

Cerita sebuah konferensi
Oleh: Abdurrahman Wahid*


Pekan lalu, di Marriott Hotel, Jaakarta, telah diselenggarakan Konperensi yang unik untuk pertama kalinya dalam sejarah kaum mslaiimin, sebuah sidang dislenggarakan untuk mempertemukan berbagai masayarakat Islam dan kaum intelektual muslim dari berbagai negara dalam sebuah sidang. Selama ini, campur tangan pemerintah selalu terjadi, namun kali ini sebuah majlis benar –benar dari kalangan noon-pemerintah telah berlangsung. Lebih dari seratus pemuka agama datang, dari berbagai organisasi ayang memiliki kredibiilitas tinggi dan benar-benar mewakili amasyarakat masing-msing, baik yang resmi maupun yang tidak resmi.
Masalah pokok yang menjadi perhatian adalah responsi kkaum muslimin tehadap apa yang terjadi di kota New York tanggal 11 september yang lalu. Dapatkah ia dilihat berdiri sendiri, menjadi kesaksian bagi sebuah “sikap keras dan kaku” sebagaimana kelompok ekstrim muslim itu. Sebagaiamana ia dilihat oleh berbagai negara, atau setidak-tidaknya oleh beberapa media tingkat dunia ataukah ia harus dilihat sebagai sebuah bagian saja dari cerita yang llebih utuh?
Penulis melihat hal ini sebagai bagian kecil dari responsi kaum muslimin di seluruh dunia. Ini tercermin dari pdato pembukaan penulis di awal konporensi. Pidato it dikumandangkan oleh media kita secra tidak utuh, melainkan cukup baik disajikan. Demikian juga pendekatan initercermin dalam presentasi-presentasi lebih lanjut pada konperensi tersebut. Pada waktunya kumpulan berbagai makalah dan pendapat dalam konprensi itu aka diterbitkan guna memungkinkan masyarakat mengetahui apa yang terjadi.

*****

Menurut pendapat penulis, apa yanag diaamakan terororisme internasaional adalah bagian responsi kaum muslimin teradap berbagai tantangan ayanag mereka hadapi. Tantangan terbesar adalah modernisasi, yang baiasanya dianggap “produk barat” dan berwatak materialistik. Apalagi kalau disertai dengan ketidakadilan, seperti dai negara kita. POLRI tidak menaindak perjudian, yang jelas-jelas melanggar Undang-Undang. Maka, tak mengherankan jika lalu ada “kelompok garis keras” yang meangambil tindakan sendiri dan dengan demikian juga mealanggar Undang-Undang, mengapa terhadap mereka daiambi tindakan keras oleh aparat negara, seperti di Ngawi, sedangkan terhadap para penyelenggara judi dengan bebas melakukan kegiatan mereka?
Penulis menyadari sebagian besar rakyat kita menaganggap perjudian sebagai “persaoalan budaya” dan setidak-tidaknya hal itu tidak hanya diselesaikan secara hukum. Tapi perjuangan untuk merevesi UU yang ada mengenai perjudian tidak dilaksanakan. Sedangkan pelanagaran tetap dilakukan oleh orang-oranag pemerintah?
Pemerintah Malaysia, misalnya, menagambil sikap yang bijaksana dalam hal ini. Perjudian secara umum ttetap di larang dan peraturan mengenai itu di laksanakan secara saungguh-sungguh. Tetapi, bagi mereka yyang menganggap judi sebagai masalah budaya dibukakan tempat untuk mellakukannya, di Genting Heights. Bagi mereka yang beragama Islam tidak diperkenankan berjudi di tempat itu. Dengan demikian, mereka yang tidak mengharamkan perjudiandapat bberjudi di tempat tersebuat, sementara pemerintah mendapat pajak secara legal. Di inndonesia, sebaliknya, pemerintah tidak menaadapatkan apa-apa tapi pejabat pemerintah memperoleh hasil yang tidak kecil dari “upeti” yang jatuh ke atangan mereka.

*****

Menghdapi tantangan modernisasi yang bberbentuk terorisme internsional memerlukan dua persyaratan. Kalau kedua-duannya tidak tercapai, sia-sia saja dailakukan pengeboman dan tindakan-tindakan kekerasan lainnya. Paling-paling hasilnya adalah sebuah negara materialistik seperti yang terjadi di Afghanistan. Hal itu tidak menyelesaikan masalah, bahkan menimbulkan kekecewaan besar di kalangan kaum muslimin. Pemecahannya adalah pendidikan kembali (re-education) kaum muslimin di seluruh dunia, agar menghargai sisi non-materialistik dari kehidupan mereka. Kalau ini tercapai, barulah terorisme internsional dapat dihilangkan. Daua hal harus daiperhatikan dalam dalam hal ini.
Pertama; upaya menutup kesenjangan (gap) anatara berbagai kawasan muslim. Di Asia Tengggara, tradisi tindakan non-pemerintah, Lembaga swadaya Masyarakat (LSM), berjalan sangat saubur. NU dan Muhammadiyah merupakan bukti akan hal ini, karena mereka dapat hidup dengan subur di hadapan berbagai kendala pemerintahan. Imam dan khatib di masjid dan surau dipilih sendiri oleh masyarakat tanpa penunjukan peamerintah. Dai Timteng, pemerintah ikut campur dalam semua urusan, sehingga ketua Palang Merah pun harus disetujui oleh presiden. perbedaan keadaan antara Asia Tenggarra dan timteng ini harusla dibuat sekecil mungkin, guna daimungkinkan dilakukannya re-edukasi yang memadai bagi semua kalangan muslim. Kuncinya adalah kdemmokratisasi masayarakat muslim, dimanapun mereka berada.
Kedua; kecenderungan kuta gerakan-gerakan Islam untuk “memaksakan” lembaga-lembaga (institusi) Islam formal, baik fisik maupun non-fisiik. Institusi fisik dapat berbentuk partai Islam, negara Isalam dan sebagainya; sedangkan institsi non-fisik dapat dilihat pada aspek figh (hukum Islam) dan gerakan tasawwuf (tarekat). Dengan demikian, kurang diberikan keleluasaan kepada kaum muslimin awam (laymen) untuk berbicara atas nama Islam. Ini harus diubah, jika kita menginginkan re-edukasi masyarakat-masyarakat muslim se-antero jagad.
Pada waktunya, penulis akan melaporkan hasil-hasil konperensi, termsuk hal-hal yang harus dilanjutkan penangannya. Dalam konperensi kedua nanti yang direncanakan akan berlangsung di kawasan timur Tengah bulan maret yang akan datang, beberapa topik menarik dari konperensi ini akan dibicarakan lebih lanjut. Konperensi ketiga akan diselenggarakan pada akhir tahun 2002 dai Senegal, Afrika Barat, tentu dengan hasuil lebih kongrit lagi daripada pertemuan Jakarta kali ini. Deklarasi Jakarta dari konperensi pertama ini juga akan dibahas oleh enulis pada waktunya nanti.



Marriott, 23 desember 2001

artikel terkai:


0 comments to "Cerita sebuah konferensi"

Post a Comment

English German Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified icon/gambar
Web hosting for webmasters